Al-Faruq di Negeri Tikus?

Berkaca pada sebuah negeri bermayoritaskan muslim, negeri yang kaya akan sumber daya alam, pemilik berbagai macam suku dan budaya, serta terkenal akan keramahan penduduknya. Ya, Indonesia negeriku tanah airku. Negeri yang kuhargai hingga kini, walaupun tidak sepenuhnya ku banggakan. Indonesia adalah tempat tinggal bagi para tikus-tikus pemakan uang. Negeri yang memiliki peringkat pertama dalam “Negara Terkorup” dari 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik (Kompas, 2010). Patutkah dibanggakan? Bagaimanakah sosok pemimpin yang mengepalai negeri ini?

Sosok pemimpin adalah sosok yang dapat mengantarkan rakyatnya pada jalan yang benar, mampu berdiri tegap dibarisan terdepan, serta mampu berdiri dibelakang untuk mendorong semangat para pasukan. Dia adalah seorang tokoh penting dalam barisan. Sumber berbagai ilmu maupun pemikir strategi sebuah misi. Ketokohannya mampu mengantarkan pasukan menuju gerbang keberhasilan dan ketegaran. Sabar, lembut, bijaksana namun juga keras dalam memerangi kebathilan. Sosok Umar bin Khattab, sang Pembeda “Al-Faruq” gelar yang pantas diberikan padanya sebagai sosok pemimpin yang keras dan bijaksana. Dengan kebijakannya mampu mengantarkan sekarung gandum menuju rumah seorang janda miskin meskipun jaraknya jauh berkilo-kilo meter dari rumahnya. Sosok pemimpin yang peduli akan keberlangsungan hidup rakyat, rela meluangkan waktunya untuk turun langsung mengunjungi rakyat walaupun hanya namanya saja yang terkenal di telinga rakyat. Tidak ada pasukan, tidak ada harta kekayaan, maupun kendaraan mewah yang turut menghantarkan Umar hingga keteras rumah penduduknya. Hanya kesederhanaan dan kebesaran hatinyalah langkah kaki turut tertambat disepanjang rumah penduduk. Sosok Umar yang terkenal keras dan kejam ketika ia belum mengucapkan kalimat syahadat, masih saja terngiang dibenak para penduduknya. Namun, itu dulu. Lihatlah perbedaan Umar setelah ia mengikatkan hatinya kedalam kalimat lisan dan agama yang suci yakni “Islam”. Islam menjadikannya sosok pemimpin yang bijaksana, pemurah, dan penuh ketegasan. Hatinya pun kini mudah luluh, tangisan anak-anak janda yang kelaparan membuat ia pulang kerumah dan turut mengangkut berkarung-karung gandum dan makanan untuk dihantarkan langsung bagi penduduknya yang kelaparan. Ketokohan seorang amirul mukminin, sahabat Rasulullah yang patut diteladani perangainya hingga kini.

Seorang yang berakhlak baik maka akan melahirkan sosok-sosok pemimpin yang baik pula. Indonesiaku yang kucintai, walaupun tanah ini banyak dipijak oleh si tikus-tikus pemakan uang. Tidaklah akan kubenci. Salah jika aku harus marah, benci, murka pada mereka yang duduk dikursi tinggi para pejabat pemerintah yang sekehendak hati memakan uang-uang rakyat. Aku akan menyalahkan diriku sendiri jika nantinya aku tidak berkontribusi untuk negeriku ini, Indonesia. Biarlah saat ini, ataupun masa-masa yang lalu para tikus kenyang akan kerakusan mereka. Namun, liatlah masa-masa setelah ini kerakusan mereka akan terhapus oleh kelaparan yang akan segera mereka rasakan. Membangun mental sosok pemimpin yang sebenarnya bak seorang Umar sang pembeda “Al-Faruq” adalah impian dan kenyataan dimasa setelah ini. Masa yang akan membangkitkan negeri ini, bangsaku tanah airku, pemimpin yang akan membangkitkan negeri yang saat ini masih nyenyak dalam tidur panjangnya.

Pilihlah pemimpin yang jujur:

Dari Ma’qil ra. Berkata: saya akan menceritakan kepada engkau hadist yang saya dengar dari Rasulullah saw. Dan saya telah mendengar beliau bersabda: “seseorang yang telah ditugaskan Tuhan untuk memerintah rakyat (pejabat), kalau ia tidak memimpin rakyat dengan jujur, niscaya dia tidak akan memperoleh bau surga”. (HR. Bukhari)

Oleh : H.A. (10 Desember 2010)

0 komentar: