Sepotong Kisah Perjalanan ke Magelang

Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 17 November 2010, kami yang berjumlah tak kurang dari 20 orang pemuda, beriringan meninggalkan Fakultas Biologi menuju barak pengungsian korban Merapi di daerah Magelang. Sepanjang perjalanan yang kami tempuh terasa ada suasana tidak biasa. Kota Magelang yang asri penuh keteduhan dengan pesona alam pertanian yang hijau kini telah berubah menjadi kelabu. Sisa-sisa abu, pasir, turut membersamai kerendahan dzikir pohon-pohon dan anggunnya padi yang mulai menguning. Ya, kedasyatan erupsi Merapi masih sangat hangat di daerah ini. Kedasyatan itu memberikan gambaran yang jelas sangat terasa kala kami mulai memasuki jalanan kecil menuju barak. Pohon-pohon kelapa yang biasa kokoh menghadapkan tunasnya kehadapan langit kini tak sanggup menatap ke-Maha Besaran sang Penguasa, tandan-tandan mereka luluh menjuntai ke bawah, jalan beraspal yang hitam mengkilat pun kini memutih, pohon-pohon salak yang lebat kini tak berdaya berdiri tegak, dan ranting-ranting yang biasa tegap menggantung bersama kokohnya pohon kini berserakan, mengering di sepanjang jalan.
Sekitar 45 menit lamanya perjalanan, sampailah kami di tempat yang dituju yakni Dusun Tersan. Bersegeralah kami menambatkan kendaraan di perkarangan rumah salah satu penduduk. Alangkah bahagianya satu persatu anak-anak kecil menyambut kami dengan penuh kehangatan, jabat tangan mereka terasa erat ditangan ini. Mereka begitu sangat antusias berkenalan dengan kami. Suatu sambutan ramah luar biasa bagi orang-orang asing seperti kami yang belum pernah sama sekali menginjakkan kaki ditempat ini.
Kehangatan ini terus berlangsung sampai kami tiba di barak pengungsian yang berlokasi di SD Tersan Gede 2, kecamatan Salam, Magelang. Tak berapa lama kami datang, anak-anak di pengungsian sudah mengalihkan perhatian kami. Meskipun acara yang kami adakan sangatlah biasa-biasa saja namun, anak-anak tersebut sangatlah antusias dan proaktif sampai-sampai kami hampir kehilangan daya untuk memenuhi keinginan mereka satu persatu. Kami sangat senang sekaligus terharu melihat mereka yang tetap menunjukkan keceriaan di tengah kemelut cobaan yang menimpa kehidupan mereka.
Keakraban yang mulai terjalin, membuat suasana semakin gaduh dan cukup tidak terkontrol, untunglah aliran ide terus menerus memenuhi pikiran kami, keadaan dapat diatasi dengan pembentukan kelompok-kelompok bermain. Ketenangan itu semakin nyata tatkala waktu dhuhur dan azan mulai dikumandangkan. Dan sholat pun telah didirikan, kami melihat sisi lain dari mereka yakni kesadaran akan hikmah dan esensi pelaksanaan ibadah.
Acara selanjutnya, diisi dengan pembagian susu yang cukup menimbulkan insiden kecil. Ulah anak-anak yang bersemangat untuk mendapatkan susu. Setelah acara pembagian susu, selanjutnya diteruskan dengan acara dongeng oleh Pak Andi seorang pendongeng anak yang hebat. Dalam sekejap Pak Andi mampu menyihir dunia nyata menjadi dunia anak-anak lewat haturan kisah dan gerak mimik tubuhnya. Cerita anak yang sangat takjub membius anak-anak yang ribut, menjadi hening khusyuk mendengarkan kisah unik sang Pendongeng. Tidak hanya anak-anak yang tersihir oleh ceritanya, kami pun yang sudah bukan anak-anak lagi turut larut dalam manteranya. Rasa lapar yang terasa pun tiba-tiba hilang setelah mendengar alunan dongeng beliau.
Sayang, hanya sekejap kami merasakan indahnya kebersamaan ini. Dalam hidup saling berbagi kebersamaan, ada saja petuah yang menghampiri yaitu disetiap pertemuan akan selalu ada perpisahan. Dan kami pun merasakan beratnya suatu perpisahan tatkala penghujung acara tiba. Meski hanya sejenak, kami berharap ada nikmat kebersamaan, nikmat persaudaraan dihati para anak-anak pengungsi ini. Harapan dan do’a kami adalah semoga cobaan ditengah-tengah mereka segera berakhir sehingga anak-anak ini dapat kembali ketempat tinggal mereka, kembali bersekolah, dan kembali pada kehidupan normal dimana sibuknya aktivitas yang mewarnai makna hidup sedari pagi hingga petang.
Diposting oleh : N.F (BiMo JMMB 1431H)

0 komentar: