Disorientasi dan Mengalahkannya

Disorientasi. Sebagian dari kita mungkin sering mengalaminya. Saya tidak berani menyatakan pasti karena manusia itu berbeda-beda. Ada yang kuat, ada yang lemah. Yang cukup dimengerti dalam konteks ini adalah yang kuat tentunya tidak sering mengalami disorientasi dibandingkan yang lemah. Meskipun tetap ada kepastian bahwa yang kuat pernah mengalami disorientasi.

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)”*

Ujian atau cobaan. Mungkin itu adalah nama lain disorientasi itu sendiri. Karena disorientasi menjadi duri-duri di perjalanan hakikat orang-orang yang berusaha mencapai kemenangan. Tapi, terkadang, disorientasi adalah anak kandung dari ujian. Ia lahir ketika jiwa merasa gerah dan berusaha keluar dari kepercayaannya.

Dan kemudian apa yang didapat dari disorientasi itu?

Di sinilah orang-orang yang kuat berhasil menemukan jawabannya lebih dulu dari orang-orang yang lemah. Disorientasi menjadi investasi bagi mereka untuk meraih kemenangan. Disorientasi, pada orang-orang kuat disikapi dengan perenungan-perenungan. Muhasabah. Bercermin kembali pada keseharian, apakah telah menempuh jalan yang benar? Apakah dengan meneruskan berjalan tanpa arah tujuan akan berhasil mencapai sebuah perhentian?

Dan mereka pun menangkap makna bahwa terkadang untuk mengalahkan disorientasi atau cobaan atau ujian atau apa pun namanya adalah dengan mengalahkan diri sendiri. Memutuskan belenggu ketakutan. Memusnahkan zhan (prasangka) yang bertahta di hati. Persepsi yang membuat manusia enggan bergerak. Hanya itu. Ya. Terkadang hanya itu. Yang diperlukan hanyalah mengalahkan imajinasi negatif dan kembali memegang apa yang dipercayai. Apapun resikonya.

Maka hilanglah disorientasi.

Dan ini semua pun pasti berlalu
Aku akan baik-baik saja.
(Lagu tema Full House)

*QS. Al Baqarah : 214

oleh : zaf

0 komentar: